Dr Chan Kwok Wai Adrian
Spesialis Paru & Pulmonologi
Sumber: Getty Images
Spesialis Paru & Pulmonologi
COVID-19 berpengaruh besar pada kehidupan kita selama dua tahun terakhir. Untungnya, tingkat vaksinasi yang tinggi di Singapura telah memberi tingkat perlindungan yang baik sehingga menunjang dibukanya kembali perbatasan demi transisi menuju endemi COVID-19.
Per 13 April 2022, data dari situs web Kementerian Kesehatan (Ministry of Health/MOH) menunjukkan bahwa 92% dari seluruh populasi Singapura, yaitu sebanyak 5,45 juta jiwa, telah menyelesaikan rangkaian vaksinasi COVID-19 lengkap. Lebih lanjut, 73% dari total populasi juga telah menerima dosis tambahan. Ada sekitar 1,14 juta kasus COVID-19 hingga hari ini di Singapura, dengan 99,7% di antaranya mengalami gejala ringan.
Namun, meski infeksi COVID-19 umum terjadi, dan individu tervaksinasi memiliki perlindungan yang kuat terhadap sakit serius dan rawat inap, virus tersebut tidak boleh dianggap remeh. Begitu juga dengan potensi risikonya terhadap kesehatan individu dalam jangka panjang. Tindakan pengamanan, seperti memakai masker dan mencuci tangan, harus tetap dilakukan karena pengaruh COVID-19 berbeda-beda pada tiap orang.
Salah satunya adalah kasus yang disebut long COVID, yaitu ketika seseorang tetap mengalami gejala kronis, seperti kelelahan dan sesak napas, dalam jangka panjang setelah sembuh dari infeksi COVID-19.
Dr Adrian Chan, spesialis paru & pulmonologi di Mount Elizabeth Novena Hospital, membeberkan lebih jauh informasi tentang long COVID dengan menggarisbawahi gejala utama, kemungkinan efeknya pada tubuh, faktor risiko yang perlu diperhatikan, dan cara menanganinya.
Long COVID dapat muncul dalam berbagai bentuk. Menurut US Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gejala-gejala ini meliputi:
Gejala-gejala ini dapat berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Sekitar satu dari 10 orang mengaku mengalami beberapa gejala hingga enam bulan setelah sembuh dari infeksi COVID-19.
Cara terbaik untuk mencegah long COVID adalah dengan berupaya agar tidak terinfeksi sejak awal. Kondisi ini dapat dicapai dengan vaksinasi COVID. Dibandingkan dengan individu yang belum divaksinasi, risiko terkena long COVID dapat berkurang setengahnya pada individu tervaksinasi.
Saat ini belum ada penjelasan atau teori pasti terkait alasan beberapa pasien rentan terkena long COVID. Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan meliputi perubahan patologi khusus virus atau reaksi imunologi yang mengikuti infeksi awal. Karena COVID merupakan penyakit yang relatif baru, saat ini dilakukan banyak studi untuk mempelajari aspek fisik dan psikologis jangka panjang COVID.
Beberapa faktor risiko yang telah dilaporkan meliputi usia tua, jenis kelamin wanita, gangguan kesehatan kronis yang ada, seperti hipertensi atau obesitas, dan penyakit COVID-19 awal yang akut dan parah.
Virus COVID-19 dapat merusak paru-paru dengan memperparah peradangan di jalan napas dan jaringan paru.
Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang awalnya terkena bronkitis dan/atau pneumonia COVID. Meskipun pasien sudah sembuh, peradangan dapat terus berlanjut sehingga menyebabkan gejala berkepanjangan, seperti sesak napas, batuk, dan keluarnya dahak.
Pasien yang mengalami gejala persisten atau terkena gejala yang memburuk atau baru setelah sembuh dari COVID-19 disarankan untuk memeriksakan diri ke spesialis untuk mendapatkan evaluasi medis guna memastikan pemulihan yang lebih cepat, khususnya pada pasien dengan gejala sesak napas, batuk, nyeri dada, dan jantung berdebar yang berat atau berkepanjangan.
Spesialis akan menanyakan riwayat lengkap gejala long COVID pasien dan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh.
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin dilakukan tergantung gejala yang ada, seperti tes darah, pencitraan dada, tes fungsi paru, elektrokardiogram, ekokardiografi, dan tes olahraga dinamis.
Manajemen medis bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan kualitas hidup selama periode gejala seraya pasien perlahan pulih.
Misalnya, pasien yang mengalami sesak napas tidak serta-merta harus menjalankan gaya hidup yang minim aktivitas. Sebaliknya, pasien harus diarahkan agar pernapasannya pulih dan menyesuaikan olahraganya sehingga dapat kembali bugar.
Sebagian besar pasien yang melaporkan gejala terkait respirasi setelah pulih dari COVID-19 mengalami gejala yang mengkhawatirkan dan berkepanjangan, tetapi mereka masih dapat melanjutkan aktivitas ringan sehari-hari.
Berdasarkan observasi pribadi, beberapa pasien memang merasa butuh waktu untuk mengembalikan kapasitas latihan, meskipun tes fungsi paru dasar dan pencitraan radiologi menunjukkan hasil yang normal.
Gejala pasca-COVID yang dialami penderitanya dapat menimbulkan rasa tertekan dan frustrasi, terutama jika terjadi secara berkepanjangan. Beri tahu orang terkasih dan dapatkan bantuan medis untuk mengonsultasikan gejala Anda dan menyusun strategi penanganan. Tingkatkan kesehatan Anda dengan membiasakan gaya hidup sehat, seperti kembali berolahraga secara bertahap, tidur cukup, dan makan makanan yang menyehatkan.
Orang dari segala usia yang pernah mengidap COVID-19 dapat terkena gangguan pasca-COVID. Kondisi ini berlaku baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Untungnya, data terkini menunjukkan bahwa gangguan pasca-COVID lebih jarang terjadi pada anak-anak dan remaja dibandingkan pada orang dewasa.
Gejala pasca-COVID pada anak-anak dan remaja sama seperti pada orang dewasa. Namun, anak kecil mungkin sulit menjelaskan gejala yang mereka alami, jadi orang tua harus tetap memperhatikan dan mengawasi tanda-tanda long COVID saat berinteraksi dengan anak mereka.