Sumber: Shutterstock
COVID-19 muncul pada akhir tahun 2019, dan sejak saat itu vaksin dikembangkan dengan cepat untuk membantu melindungi dari penyebaran virus. Saat ini, jutaan orang di seluruh dunia telah menerima vaksinasi untuk melawan virus ini, tetapi perdebatan mengenai kemanjuran vaksin pada anak-anak masih terus berlangsung. Dr Mohana Rajakulendran, spesialis anak di Parkway East Hospital dan ibu dari 2 orang anak, menjelaskan situasi ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan mengenai perlindungan anak dengan vaksin COVID-19.
Hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang mewajibkan vaksinasi bagi anak-anak. Namun, kita dapat mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
Studi kohort terbaru menunjukkan bahwa hanya 6% anak yang terinfeksi mengalami penyakit yang parah, sedangkan hingga 26% kasus orang dewasa berkembang menjadi penyakit parah yang membutuhkan perawatan di ICU. Kasus yang parah kebanyakan terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Meskipun kematian akibat COVID-19 jarang terjadi pada anak-anak, ada beberapa kasus di mana anak-anak dengan infeksi ringan kemudian mengalami kondisi yang terkadang mematikan yang disebut sindrom inflamasi multi-sistem pada anak (MIS-C). Kondisi peradangan ini dapat berdampak buruk pada jantung. Insiden kondisi ini di seluruh dunia diperkirakan mencapai satu kasus dari 1.000 anak yang terkena.
Setahun yang lalu pada bulan April 2020, kasus pediatrik hanya menyumbang 2% dari kasus yang dilaporkan di Amerika Serikat dan 1 - 5% kasus secara global. Pada 13 Mei 2021, American Association of Paediatrics (AAP) melaporkan bahwa anak-anak mewakili 24% dari kasus baru yang dilaporkan dalam seminggu terakhir, terhitung 48.915 dari 204.216 kasus mingguan baru.
Para ahli mengaitkan tren ini dengan tingkat vaksinasi yang sangat tinggi di kalangan orang Amerika yang lebih tua. Akibatnya, kita mungkin akan segera melihat bahwa anak-anak semakin berkontribusi terhadap penularan COVID-19.
Vaksinasi pada anak-anak mungkin tidak hanya dilakukan untuk perlindungan diri anak-anak, tetapi juga untuk perlindungan masyarakat, terutama orang tua atau individu berisiko tinggi yang sering melakukan kontak dengan mereka, seperti kakek-nenek dalam satu rumah.
Oleh karena itu, setiap vaksin harus diuji secara menyeluruh dan terbukti aman sebelum diberikan kepada anak-anak untuk menghormati keseimbangan risiko-manfaat. Data dari uji coba vaksin yang sedang berlangsung akan memberi kita lebih banyak informasi tentang hal ini.
Namun, sebagai catatan, kita mungkin sudah melihat tren peningkatan infeksi pada anak-anak, yang telah ditunjukkan oleh Amerika Serikat, dengan adanya klaster sekolah dan pusat pendidikan yang baru-baru ini dilaporkan dalam beberapa minggu terakhir.
Di Singapura, sebelum 18 Mei 2021, vaksin COVID-19 hanya diizinkan untuk individu berusia 16 tahun ke atas. Pemerintah saat ini sedang memantau uji coba efek vaksin COVID-19 pada anak-anak, dengan harapan dapat mensertifikasi dan memberikannya dalam waktu dekat.
Pada 18 Mei 2021, vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech telah mendapat izin dari Health Sciences Authority untuk anak-anak berusia 12-15 tahun. Ini adalah vaksin COVID-19 pertama yang diizinkan untuk digunakan di Singapura untuk kelompok usia ini.
Pada tanggal 31 Mei 2021, pemerintah mengumumkan bahwa Singapura akan memperluas program vaksinasi COVID-19 untuk mencakup siswa berusia 12 tahun ke atas.
Uji coba vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna telah dimulai pada anak-anak berusia 6 bulan sejak akhir Maret tahun ini.
Hasil uji coba fase 3 awal untuk vaksin Pfizer-BioNTech telah menunjukkan hasil yang menjanjikan tentang kemanjuran vaksin tersebut. Uji coba ini dilakukan terhadap 2.260 remaja berusia 12 - 15 tahun yang menerima dua dosis standar vaksin Pfizer.
Vaksin tersebut 100% efektif pada kelompok perlakuan. Dalam uji coba ini, 18 kasus COVID-19 diamati pada kelompok plasebo (1.129 anak) dibandingkan dengan tidak ada kasus pada kelompok yang divaksinasi (1.131 anak). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mereka mengembangkan tingkat antibodi penghambat virus yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak berusia 16-25 tahun pada uji coba sebelumnya.
Efek samping yang umum terjadi pada vaksinasi sejauh ini termasuk rasa sakit di tempat suntikan, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, nyeri sendi, demam, mual, tidak enak badan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Laporan sejauh ini menunjukkan bahwa vaksin ini menimbulkan respons imun yang baik, dan sangat aman bagi anak-anak dan remaja, setidaknya bagi mereka yang berusia di atas 12 tahun yang telah menerima vaksin. Namun, respons kekebalan tubuh anak-anak yang kuat berarti bahwa mereka mungkin lebih mungkin mengalami demam setelah vaksinasi dibandingkan orang dewasa.
Dalam hal keamanan vaksinasi, uji coba pediatrik juga perlu melihat respons imun yang terlalu kuat yang dapat memperburuk penyakit, serta tanda-tanda bahwa peserta mungkin mengalami reaksi imun yang mirip dengan yang terlihat pada MIS-C.
Pedoman yang sama berlaku untuk individu yang divaksinasi dan yang tidak divaksinasi, berapa pun usianya. Sebagai orang tua, Anda dapat membantu anak-anak Anda tetap aman dengan melakukan hal-hal berikut:
Para ahli telah menyarankan individu untuk segera mencari perawatan medis setelah mengalami gejala, bahkan gejala ringan sekalipun. Jika anak Anda mengalami gejala pernapasan seperti batuk, pilek, atau demam, kunjungi Klinik Kesiapsiagaan Kesehatan Masyarakat terdekat. Tindakan pencegahan seperti itu adalah kunci untuk menjaga keamanan masyarakat.